Saya rasa ini adalah kasus yang pasti sudah familiar kita dengar akhir-akhir ini.
Tepatnya setelah fenomena game MoBa merajai dunia.
Seringkali saya menerima keluhan dari bapak ibu guru yang melapor bahwa peserta didiknya mengantuk saat jam KBM di kelas. Setelah ditanya, ternyata memang benar, semalaman begadang main games.
Ada juga wali siswa yang mengeluhkan tentang kondisi putranya yang sama sekali tidak punya motivasi belajar terutama setelah mengenal games ini.
Tepatnya setelah fenomena game MoBa merajai dunia.
Seringkali saya menerima keluhan dari bapak ibu guru yang melapor bahwa peserta didiknya mengantuk saat jam KBM di kelas. Setelah ditanya, ternyata memang benar, semalaman begadang main games.
Ada juga wali siswa yang mengeluhkan tentang kondisi putranya yang sama sekali tidak punya motivasi belajar terutama setelah mengenal games ini.
Dr. Brent Conrad, seorang Psikolog Klinis, dalam bukunya How to Help a Child Addicted to Video Games. Menyatakan kalau ternyata durasi waktu yang di sarankan untuk bermain game oleh AAP "American Academy Pediatrics" pada anak usia 13th hanya 1,5 jam sehari, mentok 2 jam saat weekend.
Ini juga berlaku untuk nonton tv, nonton youtube, pokoknya yang berhubungan sama layar screen dah.
Kesannya ketat banget itu aturan. Tapi memang aturan dibuat pasti ada gunanya. Salah satunya supaya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Dan saya sendiri termasuk salah satu orang yang tidak peduli dengan aturan itu. Yang ada dipikiran saya waktu itu,"Ah apa iya kecanduan gadget bisa bikin orang kena gangguan perilaku."
Meski sudah banyak menyaksikan fakta di luar sana, akibat kecanduan game ada yang nekat menyakiti dirinya, ada yang nekat bakar rumahnya, bahkan ada yang nekat tusuk ibu kandungnya.
Tapi masih aja hati kecil ini bilang, ah nggak mungkin.
Dan well, PR itu harus saya hadapi sekarang. Meskipun belum di level yang parah, tapi rasanya sudah menguras tenaga, pikiran, waktu dan biaya. (Kok jadi curhat)
Adik saya yang baru duduk dibangku sekolah menengah pertama hampir tiap hari selalu saja membuat alasan untuk tidak masuk sekolah, karena sakitlah, apalah. Badannya selalu tampak lesu di pagi hari, tapi mulai bergairah menjelang siang dengan gadget di tangan.
Sempat terpikir untuk mengarahkan si adik untuk masuk di dunia e-sport. Mengingat olahraga rekreasi ini makin booming dan subur di Indonesia. Tapi saya khawatir ini justru akan memperparah kecanduannya dan merusak real life nya.
Sempat terpikir untuk mengarahkan si adik untuk masuk di dunia e-sport. Mengingat olahraga rekreasi ini makin booming dan subur di Indonesia. Tapi saya khawatir ini justru akan memperparah kecanduannya dan merusak real life nya.
Mengingat di daerah saya juga belum ada komunitas yang mengelola anak-anak dengan minat seperti itu. Dan juga sekolah yang masih memandang sebelah mata anak dengan minat ini.
Seandainya ada satu saja sekolah percontohan yang menggunakan kurikulum e-sport untuk memfasilitasi anak-anak dengan minat di olahraga itu di daerah saya seperti di SMA 1 PSKD atau Bina Bangsa, mungkin lain ceritanya. Pasti bakal diserbu peminat itu sekolah.
Itu juga mungkin yang menyebabkan fenomena menjamurnya warung kopi di daerah saya, salah satunya ya karena tiap-tiap warung kopi pasti memfasilitasi wifi. Cukup modal kopi satu cangkir atau es teh segelas bisa tahan berjam-jam main Moba.
Kalau jaman dulu yang ke warung kopi biasanya orangtua atau dewasa. Di daerah saya justru anak-anak yang paling sering terlihat berlama-lama di sana.
Hmmm...mau se-protektif apapun di rumah kalau di luar justru terfasilitasi bisa lebih betah di luar rumah mereka.
WHO sendiri resmi menetapkan kecanduan game sebagai Gangguan Mental pada 18 juni 2018 lalu lewat akun twitternya.
image source : https://twitter.com/WHO
kecanduan game bisa disebut penyakit bila
memenuhi tiga hal.
Pertama, seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaan
bermain game.
Kedua, seseorang mulai memprioritaskan game di atas kegiatan
lain.
Ketiga, seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang
jelas terlihat.
WHO mengatakan, ketiga hal ini harus terjadi atau terlihat
selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat. Menurut WHO juga, tidak semua game bisa mengakibatkan gangguan dan bersifat adiktif.
Karena itu, dipostingan kali ini saya mau share untuk memastikan apakah seseorang ini dianggap kecanduan atau nggak berdasarkan bukunya Dr. Brent. Dalam hal ini ada 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh orang tua.
Jadi biar nggak salah diagnosis, rasanya perlu sekali untuk coba jawab kuisioner ini. Supaya tau sejauh mana sih tingkat kecanduan anak sama game. Dan apakah masih bisa ditangani sendiri atau perlu bantuan ahli.
Jangan lupa siapkan alat tulis nya ya!
Karena ada nilai yang harus ditotal untuk tahu berapa score nya dan masuk di kategori apa.
Nanti di akhir akan ada pembahasan yang sudah saya terjemahkan ke bahasa Indo.
Mohon maaf kalau belepotan, maklum lidah jawa.😂😂😂
Jangan lupa siapkan alat tulis nya ya!
Karena ada nilai yang harus ditotal untuk tahu berapa score nya dan masuk di kategori apa.
Nanti di akhir akan ada pembahasan yang sudah saya terjemahkan ke bahasa Indo.
Mohon maaf kalau belepotan, maklum lidah jawa.😂😂😂
0 comments:
Post a Comment